Sabtu, 14 Januari 2017

PERAN POLITIK PEMUDA DI BEKASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gerakan reformasi mengalami klimaks di tahun 1998 yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari jabatan presiden memiliki arti yang sangat besar bagi perjalanan bangsa Indonesia. Rezim otoriter yang menguasai negara ini hingga tiga dasawarsa akhirnya tumbang akibat desakan rakyat yang dibangkitkan lewat gerakan mahasiswa. Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa golongan muda (pemuda) memiliki peran yang sangat penting dalam setiap perubahan yang mewarnai negeri ini. Dimulai pada tahun 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang merupakan tonggak awal peran pemuda dalam mengawal perubahan bangsa, hingga pada tahun 1998 lewat gerakan mahasiswa, di mana golongan pemuda kembali mempersembahkan perubahan negeri ini lewat momentum reformasi yang sejalan mengarahkan bangsa ini pada episode baru kehidupan berdemokrasi.
Diselenggarakannya pemilihan umum pada tahun 1999 yang melibatkan tidak kurang dari 48 partai politik menjadi pertanda kembali dimulainya era demokrasi yang sesungguhnya. Pertumbuhan partai politik di era reformasi yang luar biasa cepat, pada kenyataannya tidak dibarengi oleh kualitas partai politik yang mumpuni. Kemunculan banyak partai dalam pemilu 1999 dan 2004 ternyata tidak serta merta membuka kesempatan bagi pemuda untuk mengambil peran lebih banyak dalam gelanggang kepemimpinan nasional. Kursi kepemimpinan baik di daerah maupun nasional diduduki oleh tokoh-tokoh yang sudah lama berkecimpung di dunia perpolitikan nasional. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri ada beberapa tokoh muda yang berhasil mengisi beberapa pos kepemimpinan nasional.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sistem multi partai yang ada sekarang belum mampu secara efektif dimamfaatkan sebagai sebuah peluang besar bagi pemuda untuk mentransformasi perannya. Salah satu sebab kurang optimalnya peran pemuda di era multipartai adalah kurang dijadikannya pemilu 1999 dan 2004 sebagai momentum untuk tampilnya pemuda atau mahasiswa pada pergerakan nasional. Meskipun ada pemuda yang masuk ke dalam parlemen hal itu justru dipandang banyak kalangan sebagai bentuk keterlenaan dan kelupaan pemuda pada perjuangan reformasi.
Berdasar uraian diatas maka diperlukan telaah kritis mengenai  partisipasi politik pemuda dalam mewujudkan efektivitas sistem multi partai, hal tersebut sangat penting mengingat upaya tersebut mendesak untuk dilakukan di tengah derasnya isu kepemimpinan kaum muda dalam paradigm masa depan Indonesia. Telaah kritis ini merupakan upaya dalam memberikan wacana baru bagi perkembangan dunia demokrasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Realitas Partisipasi Politik Pemuda Dalam Sistem Multi Partai
Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebuah contoh karya dari pemuda-pemuda Indonesia yang memiliki semangat perubahan bagi bangsanya. Lewat sentuhan dan semangat khas pemuda maka kedua peristiwa bersejarah tersebut lahir dan menjadi saksi semangat pemuda yang tidak hanya berpangku tangan melihat bangsa sedang terpuruk, tetapi sebaliknya juga ikut memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Sumpah Pemuda 1928 adalah sebuah pernyataan politik yang menyatukan bangsa Indonesia dalam satu bangsa, tanah air, dan bahasa. Sedangkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebuah tindakan politik yang menciptakan hokum dan berfungsi sebagai bentuk pembuktian hukum.
Karya pemuda Indonesia tidak cukup sampai di situ, tahun 1966 dengan berbagai kesatuan aksi yang dibentuk pemuda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyerukan semangat perubahan. Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan utama, dengan desakan tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde baru yang kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa. Berlanjut kemudian, gerakan mahasiswa juga yang meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat produk hukum yang dijalankan bersifat konservatif atau ortodoks, atau dengan kata lain politik yang dijalankan bersifat otoriter berbasis birokrasi dan militer.
Perubahan yang dipelopori oleh pemuda tersebut merupakan wujud dari bersatunya pemuda karena memiliki kepentingan yang sama (common interest) yaitu untuk memajukan Indonesia. Kepentingan bersama tersebut akan semakin menjadi kekuatan yang besar jika diusung oleh pemuda yang memiliki komitmen moral yang tangguh serta tidak tergoda oleh godaan sesaat. Kontribusi pemuda dalam momentum perubahan bangsa tersebut memiliki sisi lain yang paradoks.
Fenomena yang terjadi adalah bahwa pemuda hanya sebagai alat mobilisasi politik semata, setelah awal perubahan dimulai maka pemuda pelopor perubahan tersebut seakan menghilang dan tidak memiliki peran dalam mengawal perubahan yang dipeloporinya. Bentuk-bentuk rintangan dan perjuangan pemuda dalam ranah kebangkitan bangsa, tidak dapat dipungkiri tidak lebih merupakan sebuah perjuangan yang hampa dalam perspektif upaya mengisi kemerdekaan. Ada pun pemuda yang turut serta dalam pemerintahan, lebih kepada perwujudan simbol kepemudaan dan cenderung jarang mampu mempertahankan visi dan misi yang sebelumnya diusung, dan yang terjadi tidak lebih dari sebuah regenerasi kepemimpinan bukan proses pemudaan kembali.
Dalam kehidupan politik saat ini pertisipasi kaum muda memang dibutuhkan dalam tampuk kepemimpinan ataupun di dewan perwakilan baik pusat ataupun daerah. Sehingga ada istilah regenerasi politik yang maksudnya adalah mengganti posisi orangorang tua dengan yang lebih muda. Sedangkan rejuvenasi dipahami tidak hanya menyentuh mengenai pergantian terhadap kemampuan fisik saja tetapi juga mengganti pola-pikir atau pandangan politik seseorang yang mengandung nilainilai lama dengan nilai-nilai yang lebih baru.
Karena juga tidak sedikit secara kemampuan fisik lebih muda, tetapi pola pikirnya masih menggunakan nilai-nilai yang lama. Partisipasi politik pemuda perlu ditingkatkan kembali terutama di era multi partai seperti sekarang, keberadaan banyak partai seyogyanya lebih memberikan kesempatan bagi para pemuda untuk masuk ke gelanggang kepemimpinan nasional, dan hal tersebut seyogyanya harus dipandang sebagai sebuah peluang bagi pemuda.
Masalah kultur hukum adalah masalah mengenai budaya yang telah lama hidup di masyarakat, meski telah banyak berperan dalam perubahan bangsa tetapi kultur bangsa Indonesia sangat sulit menerima pemuda sebagai pemimpin. Pemuda bagaimanapun dianggap sebagai golongan yang belum berpengalaman dan belum pantas memimpin, hal tersebut berakibat bahwa pos-pos pemimpin baik nasional maupun daerah diisi mayoritas oleh golongan tua yang tidak jarang visi dan misinya kurang atau tidak progresif sehingga proses pembangunan mengalami stagnasi.
Partisipasi politik pemuda sangat diperlukan agar kemunculan pemuda dalam keterlibatan politik tidak hanya dengan bermodalkan pembaharuan secara fisik ataupun umur, namun pandangan segar kaum muda yang terefleksikan oleh visi dan misi kepemimpinannya juga harus menunjukkan semangat perubahan. Dengan mengoptimalkan kemunculan kaum muda dalam politik, serta dibarengi oleh sebuah semangat perubahan yang diusung, efektifitas sistem multi partai yang merupakan realitas di Indonesia akan secara utuh terwujud.
Peran Generasi Muda dalam Perpolitikan Indonesia
Ada beberapa ciri di kaum muda. Kaum muda umumnya perlu memiliki ciri-ciri: kepeloporan, keterbukaan, kebersamaan, komitment kepada yang terbaik. Para pemuda Indonesia perlu membawakan sikap yang tepat dan perilaku yang serasi dan bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan pembangunan di masa depan.
 Bahkan dalam banyak hal ciri-ciri sikap dan perilaku pemuda Indonesia pada berbagai tahap sejarah perjuangan bangsa perlu ditonjolkan kembali, meskipun kini dalam konteks yang lain. Berikut ini akan dijabarkan beberapa sikap dan perilaku tertentu yang pertu dimiiiki oleh para pemuda dalam era PJPT II:
Kepeloporan
Sikap dan perilaku bukanlah sesuatu yang baru bagi seorang pemuda, tetapi didalam era pembangunan menjelang akhir abad ke 20 ini diperlukan kepeloporan dalam konteks yang berbeda seperti yang diharapkan dari para pemuda di era pra-kemerdekaan atau selama tahun-tahun pertama kemerdekaan kita. Di sini kepeloporan itu lebih banyak diartikan sebagai keberanian untuk memberikan respons yang pro-aktif terhadap tantangan pembangunan yang dihadapinya.
Dari para pemuda diharapkan gagasan-gagasan yang bersifat antipasif, yang bila perlu mengandung unsur-unsur orisinal dan berani, sehingga mampu membuat bangsa kita keluar dengan jawaban terbaiknya terhadap tantangan situasi yang diantisipasikan itu. Kepeloporan ini erat kaitannya dengan peran pemuda sebagai pembaharu dan pendobrak status quo yang dirasa menyesakkan. Didalam era pembangunan di mana informasi merupakan unsur penentu keberhasilan pembangunan, maka kepeloporan itu perlu didasarkan pada ilmu pengetahuan (knowledge based pro-active actions).
Hal ini mengandung pengertian bahwa dari para pemuda, terutama yang terpelajar, diharapkan lebih banyak partisipasinya sebagai pemikir dan pencetus dari gagasan-gagasan pembaharuan yang dapat dilaksanakan. Peran sebagai pemikir ini adalah peran yang strategik yang perlu dijalankan dengan baik. Meskipun begitu, kita tidak dapat menyangkal bahwa peran ini hanya dapat dijalankan oleh sebagian pemuda saja, sedangkan kebanyakan pemuda yang lain mungkin tetap akan berperan sebagai pelaksana gagasan.
Oleh karena itu, dari para pemuda yang terpelajar, diharapkan adanya kepeloporan yang dikembangkan dari penalaran sebagai ganti kepeloporan yang bertopang pada kekuatan masa atau kekuatan fisik.
Keterbukaan
Keterbukaan menjadi prasyarat bagi berkembangnya kepeloporan yang dilandasi ilmu pengetahuan, karena penyerapan pengetahuan oleh seseorang akan ditentukan oleh keterbukaan sikapnya untuk mendengar dan melihat apa yang terjadi disekitamya. Keterbukaan ini ditandai oleh diterimanya pluralisme pendapat, sikap, dan perilaku didalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang diarahkan pada upaya menemukan alternatif terbaik dari semua altematif gagasan yang ada. sehingga keterbukaan merupakan wahana terjadinya komunikasi gagasan.
Dalam hal ini dengan sendirinya berarti bahwa para pemuda harus dapat menyatakan perbedaan pendapatnya dengan mengindahkan tatakrama dan norma-norma yang berlaku didalam budaya politik di Indonesia. Keterbukaan merupakan isyarat bagi berkembangnya sikap dan perilaku adaptif, yaitu sikap yang tanggap terhadap peaibahan yang terjadi yang sertai dengan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan lingkungan daripadanya. Keterbukaan diperlukan untuk dapat menerapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, karena dari keterbukaan itu akan dibangun konsensus demi konsensus yang didasarkan pada kesepakatan yang bersemangat semua merasa menang (win-win).
Dengan keterbukaan dapat lebih mudah dikembangkan kekuasaan penalaran (power of reason) yang objektif sebagai landasan dari konsensus yang dihasilkan. Berkembangnya rasa saling percaya yang tulus diantara semua pihak yang berkepentingan akan lebih mudah terjadi karena disini kepentingan subjektif disubordinasikan terhadap pertimbangan objektif yang berbasis ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain, keterbukaan ini memungkinkan terjadinya aliran informasi yang lancar dan mencegah terjadinya dominasi sempit dan monolitik dalam
pembentukan konsensus. Para pemuda yang menjadi perilaku utama dalam proses pembentukan konsensus itu, berkewajiban untuk bersikap terbuka dan menjaga agar keterbukaan tetap ada dalam kehidupan berbangsa dan bemegara yang tertib, teratur dan beradab.
Kebersamaan
Sikap kebersamaan telah menjadi watak bangsa Indonesia, termasuk watak para pemuda. Meskipun begitu, pengertian kebersamaan ini perlu ditempatkan dalam konteks pembangunan masa depan secara tepat. Budaya kerja kolektif yang menjadi perwujudan dari sikap kebersamaan perlu diartikan sebagai kecenderungan untuk lebih memperhatikan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi tanpa memaksa orang-orang yang terlibat didalamnya untuk mengorbankan harga dirinya bagi kepentingan bersama itu. Disini akan lebih ditekankan pada pemaduan pendapat, sikap, dan perilaku yang berbeda-beda menjadi satu pendapat, sikap, dan perilaku baru yang utuh yang makna dan nilainya melebihi jumlah dari masing-masing pendapat, sikap, dan perilaku itu.
Dengan perkataan lain, kebersamaan itu berawal dari pengakuan atas adanya pluralisme atau kebhinekaan yang melalui proses manajemen akan dipadukan secara sinergik. Dalam proses penggalangan sinergik ini akan lebih banyak dibutuhkan pemaduan pemikiran dari pada pemaduan tindakan. Kebersamaan baru memiliki makna dalam alam kebhinekaan, karena alam itu dapat diharapkan timbulnya gagasan-gagasan baai yang dapat diuji keabsahannya selama proses pembentukkan konsensus.
Dengan perkataan lain, sikap kebersamaan itu tidaklah bertentangan dengan pluralisme yang ada didalam masyarakat kita. Para pemuda, perlu belajar untuk membina kebersamaan yang tulus dari masyarakat yang berbhinneka itu. Gerakkan kepemudaan dapat menjadi wadah yang tepat untuk membina kebersamaan yang tulus dan sekaligus dapat menjadi tempat membina wawasan kebangsaan yang mantap. Pembangunan yang dijalankan dipenghujung abad ke XX dan awal abad ke XXI diperkirakan akan berlangsung dalam suasana kompetitif yang ketat baik di kalangan domestik maupun dilingkungan global.
Dalam keadaan seperti ini, maka dari para pelaku didalam proses pembangunan termasuk para pemuda, diharapkan kontribusi yang terbaik saja. Segala kontribusi yang dihasilkan dari upaya yang setengah-setengah tidak akan banyak manfaatnya, karena prestasi yang dihasilkan akan mudah diatasi oleh pesaing.
Semangat kebersamaan yang juga pertu dimiliki para pemuda tidak bertentangan dengan semangat kompetitif yang perlu juga dikembangkan diantara mereka itu, karena dua semangat ini bukan berada pada kutub yang berlawanan sebaliknya, semangat kompetitif itu perlu dikembangkan agar semangat kebersamaan yang telah terbangun tidak kehilangan daya juang. Semangat kebersamaan dapat menimbulkan sikap ketergantungan yang bertebihan diantara sesama rekan. Sikap seperti ini cenderung untuk menjadikan kelompok menjadi kurang responsif terhadap tantangan yang dihadapinya.
Semangat kompetitif akan dapat memulihkan daya tanggap dan daya juang kelompok dengan memanfaatkan unsur ekstemal sebagai pemacu. Jadi semangat kompetitif dan semangat kebersamaan merupakan dua hal yang komplementer dan periu dikembangkan secara padu demi untuk menghasilkan sinergi (totalitas hasil yang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya) dan kemajuan yang diharapkan. Sejalan dengan kebutuhan untuk mengembangkan semangat kompetitif itu, maka dikalangan para pemuda perlu ditumbuhkan keinginan yang besar untuk menghasilkan yang terbaik secara konsistent. Untuk itu diperlukan suatu orientasi yang berwawasan jauh kemasa depan, artinya keberhasilan bukan diukur dari hasil kerja saat ini saja tetapi perlu diukurjuga dari akumulasi hasil kerja jangka panjang yang secara strategik dapat memberikan dampak bermanfaat yang langgeng.
Semua pemuda patut mengusahakan yang terbaik disegala bidang dan terlebih lagi para pemuda yang merasa terpanggil untuk menjadi pemimpin dibidang masing-masing, wajib untuk mengusahakan yang terbaik itu, karena hanya yang berprestasi yang terbaik saja yang akan muncul dan menempati posisi-posisi puncak didalam kehidupan bisnis, kemasyarakatan, dan pemerintahan. Kita hanya dapat bertahan hidup didalam kompetisi global sebagai bangsa dan negara yang mandiri dan berdaulat, bila semua orang memiliki komitment yang teguh untuk mencapai yang terbaik disegala bidang.
C. Partisipasi Politik Pemuda Dalam Mewujudkan Efektivitas Sistem Multi Partai Di Indonesia
Bentuk partisipasi politik di Indonesia diakomodasi oleh partai politik, dengan sistem kepartaian yang menganut sistem multipartai. Sistem multipartai itu sendiri tidak diatur secara eksplisit melalui peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian konstitusi mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multipartai. Selain itu, sistem multi partai tersebut dapat terindikasi dari tidak ada aturan yang membatasi jumlah partai yang dapat berpartisipasi aktif dalam suksesi yang terjawantahkan lewat penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Di satu sisi eksistensi sistem multipartai di Indonesia memunculkan berbagai permasalahan terlebih berkenaan dengan fungsi check and balances yang ingin diciptakan dalam kegiatan berpolitik di Indonesia. Kecenderungan inkonsistensi sistem multipartai di Indonesia dengan konstitusi negara, yang secara langsung mengarahkan Indonesia sebagai negara yang menganut sistem presidensial, juga merupakan satu permasalahan yang cukup pelik yang belum terselesaikan. Ketidak singkronan antara sistem multi partai dengan dianutnya sistem presidensial di Indonesia tidak mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif.
Di sisi lain keuntungan dari sistem multipartai adalah semakin banyaknya akses untuk dapat terakomodirnya berbagai macam golongan, terlebih untuk Indonesia yang memiliki golongan masyarakat yang sangat majemuk. Pun demikian pada penerapannya, partai politik kurang efektif untuk menampung aspirasi dari semua golongan. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kepentingan politik yang menjadi primayr interest dari partai-partai politik, terlebih dalam beberapa aturan yang terkait mengandung kepentingan politik yang cenderung menguntungkan partai-partai besar terutama yang mempunyai kursi DPR RI, hal ini akan menghambat regenerasi partai politik di DPR RI.
Peranan pemuda dalam partisipasi politik secara yuridis sudah terpenuhi melalui penentuan batas minimum usia. Namun hal ini belum cukup karena masih memungkinkan keterlibatan pemuda hanya difungsikan oleh sebagian elit partai sebagai kendaraan politik dan tetap menanamkan pandangan-pandangan politik yang konvensional kepada pemuda yang maju dalam dunia perpolitikan. Hal tersebut diperparah ketika munculnya fenomena kedinastian dalam tubuh partai politik. Oleh karena itu perlu sebuah perubahan paradigma berpikir terhadap partisipan politik, yang tidak hanya cukup dengan gagasan akan regenerasi secara semu.
Urgensi terhadap regenerasi politik, seyogyanya bukan sekadar regenerasi terhadap usia generasi, tapi juga dalam bentuk pemikiran, visi dan pandangan, nilai-nilai utama kepemimpinan, demokrasi, kesetaraan, dan kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut dapatlah terakomodir ketika perubahan mendasar tersebut dilakukan melalui rejuvenasi atau pemudaan kembali. Hal ini akan berimplikasi pada independenitas pemuda dalam menyampaikan gagasan-gagasannya dengan semangat perubahan tanpa harus dipengaruhi oleh golongan tua dengan segala kepentingannya, dan terkurung oleh suatu sistem yang cenderung tidak aspiratif dan akomodatif dalam pemerintahan yang telah mengakar di negeri ini.
            Kaum Pemuda memiliki kesempatan yang besar untuk meningkatkan partisipasi politiknya. Secara umum pihak pelaksana wewenang penyelenggaraan pemilu, secara utuh tunduk pada aturan teknis yang berlaku. Kepentingan elit politik yang secara langsung terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas politik, lebih mementingkan kepentingan golongan dan terkesan menghambat keterlibatan pemuda dengan ideologi yang dibawa. Realita tersebut cukup menghambat bagi kaum pemuda untuk menembus tirani yang telah terbangun oleh kepentingan oknum elit politik yang telah lebih dahulu menguasai aktivitas politik secara menyeluruh.
Terdapat budaya negatif yang hidup dalam masyarakat ketika kemunculan kaum muda hanya dipandang sebelah mata dalam arti tidak ada kepercayaan kepada mereka. Hal tersebut menjadi alasan pembenar ketika pemuda terkesan dihambat untuk melibatkan diri secara aktif. Pemuda dibenturkan dengan persoalan pengalaman dan bentuk kredibilitas secara nyata langsung, terkhusus dalam hal aktivitas politik. Pos-pos pemimpin baik nasional maupun daerah diisi mayoritas oleh golongan tua yang tidak jarang visi dan misinya kurang atau tidak progresif sehingga proses pembangunan mengalami stagnasi.
Perubahan peta kekuatan politik dalam pemilu lagislatif tahun 2009 sangat bermakna bagi beberapa partai politik.  Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi naik atau turunnya perolehan suara partai politik dalam pemili legislatif, mulai dari kebijakan partai politik dalam sosialisasi partai, sistem pemilihan, tokoh yang diusung hingga susasana internal partai politik yang bersangkutan. Namun di sisi lain keberadaam pemuda dalam sepak terjang partai politik dapat pula dianalisa sebagai satu faktor yang berpengaruh.
Fenomena tersebut secara umum telah menunjukan bagaimana peran pemuda sebagai salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam kehidupan politik di Indonesia. Langkah pemudaan partisipasi politik oleh pemuda di Indonesia merupakan sebuah urgensi yang harus benar-benar terealisasi.
Kendatipun genderang Pemilihan Umum Presiden tidak memunculkan satu calon progresif pemuda, namun semangat muda harus tetap digaungkan dalam ranah pembangunan bangsa. Langkah paling bijak adalah melibatan pemuda secara utuh dan meninggalkan pandangan sempit mengenai pemuda yang diartikan sebatas umur. Dengan upaya tersebut, diharapkan dapat meredam tarik ulur kepentingan dan gonjang-ganjing politik terhadap realitas eksistensi sistem multi-partai yang dianut oleh Indonesia. Dinamika yang terjadi dalam sistem multi-partai akan lebih efektif dengan adanya peran pemuda dalam partai politik yang nantinya akan berperan aktif dalam politik baik secara praktis maupun secara idiologis.
Dengan kemunculan sosok pemuda yang memiliki ideologi jelas yang meliputi sistem politik, demokrasi sosial dan ekonomi pasar sosial dan hal tersebut dapat terjawantahkan secara konsisten, diharapkan akan tercipta sebuah efektivitas sistem multi partai yang merupakan sebuah realitas di Indonesia. Keterlibatan Pemuda secara progresif inilah yang harus disadari merupakan perwujudan dari upaya pembangunan semangat kebangsaan yang belandas kepada cita bangsa secara utuh menuju masa depan Indonesia yang membanggakan.
D. PERAN PEMUDA DALAM POLITIK DI KOTA BEKASI
Untuk pilkada tahun ini pun pemuda – pemuda di kota Bekasi juga harus ikut serta dalam membantu dan melancarkan acara pilkada ini. Karna dengan ada nya pemuda, beban berat yang dipikul orang yang lebih tua akan berkurang dan juga sebagai pembelajaran terhadap pemuda tersebut. Dan juga untuk pemuda ditahun ini diharapkan untuk memilih dan tidak disarankan untuk golput. Karena suara pemuda juga berperan banyak untuk jalannya system pilkada. Dan juga para pemuda juga akan melanjutkan kinerja orang orang terdahulu dan juga bahkan bisa menjadi salah satu pemimpin daerah dan juga bahkan Negara. Peran pemuda di lingkungan RW, RT, serta perumahan – perumahan juga cukup membantu (Karang Taruna Remaja), karena dengan adanya karang taruna ini juga dapat menumbuhkan jiwa – jiwa nasionalisme para pemuda dan semangat nya untuk membantu dan meneruskan para penerusnya.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Partisipasi politik pemuda sangat diperlukan agar kemunculan pemuda dalam keterlibatan politik tidak hanya dengan bermodalkan pembaharuan secara fisik ataupun umur, namun pandangan segar kaum muda yang terefleksikan oleh visi dan misi kepemimpinannya juga harus menunjukkan semangat perubahan. Dengan mengoptimalkan kemunculan kaum muda dalam politik, serta dibarengi oleh sebuah semangat perubahan yang diusung, efektifitas sistem multi partai yang merupakan realitas di Indonesia akan secara utuh terwujud.
Kaum Pemuda memiliki kesempatan yang besar untuk meningkatkan partisipasi politiknya. Keberadaam pemuda dalam sepak terjang partai politik dapat pula dianalisa sebagai satu faktor yang berpengaruh. Fenomena tersebut secara umum telah menunjukan bagaimana peran pemuda sebagai salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam kehidupan politik di Indonesia. Langkah pemudaan partisipasi politik oleh pemuda di Indonesia merupakan sebuah urgensi yang harus benar-benar terealisasi.
Dengan kemunculan sosok pemuda yang memiliki ideologi jelas yang meliputi sistem politik, demokrasi sosial dan ekonomi pasar sosial dan hal tersebut dapat terjawantahkan secara konsisten, diharapkan akan tercipta sebuah efektivitas sistem multi partai yang merupakan sebuah realitas di Indonesia. Keterlibatan Pemuda secara progresif merupakan perwujudan dari upaya pembangunan semangat kebangsaan yang belandas kepada cita bangsa secara utuh menuju masa depan Indonesia yang membanggakan.

B.     Saran
Dari analisa permasalahan di atas, maka saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah:
Peran pemuda dalam keikutsertaan dalam politik seyogyanya menjadi urgensi dalam upaya mereduksi realita keterlibatan aktif pemuda dalam politik dewasa ini.
 Pengaturan yuriidis mengenai batas minimum keikutsertaan dan keterlibatan pemuda seyogyanya dapat dijadikan sebuah alternatif solusi dalam menstimulan kemunculan pemuda yang sebenar-benarnya dalam aktivitas politik di Indonesia
 Keterlibatan pemuda dalam aktivitas politik secara menyeluruh, seyogyanya tidak lagi hanya berupa simbol regenerasi secara umur dan fisik, namun harus menyentuh terhadap kemunculan gagasan ideologis pemuda secara utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad, Ali. 2005. Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Moh. Mahfud MD. 2006. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Artikel Internet
Anonim. Partisipasi Politik. Dalam www.wikipedia.com
Fanar Syukri. 2008. Peran Pemuda dalam 20 Tahunan Siklus Nasionalisme Indonesia dalam http://www.ppi-jepang.com.
Partono. 2008. Sistem Multi Partai, Presidensial Dan Persoalan Efektivitas
Pemerintahan. Dalam www.legalitas.org
Fadjroel Rachman. Presiden Kaum Muda 2009. dalamhttp://www.fadjroelrachman.com
Anonim. Indonesia Butuh Kaum Muda Beridiologi dalam www.antara.com
Umar badarsyah. Pemimpin Muda Harapan yang Tertunda dalamhttp://www.umarbadarsyah.com
www.google.com : partis pmud\getcontent.php.htm
www.google.com: detail.php.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar