BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan reformasi mengalami
klimaks di tahun 1998 yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari jabatan
presiden memiliki arti yang sangat besar bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Rezim otoriter yang menguasai negara ini hingga tiga dasawarsa akhirnya tumbang
akibat desakan rakyat yang dibangkitkan lewat gerakan mahasiswa. Sejarah
Indonesia menunjukkan bahwa golongan muda (pemuda) memiliki peran yang sangat
penting dalam setiap perubahan yang mewarnai negeri ini. Dimulai pada tahun
1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang merupakan tonggak awal
peran pemuda dalam mengawal perubahan bangsa, hingga pada tahun 1998 lewat
gerakan mahasiswa, di mana golongan pemuda kembali mempersembahkan perubahan
negeri ini lewat momentum reformasi yang sejalan mengarahkan bangsa ini pada
episode baru kehidupan berdemokrasi.
Diselenggarakannya pemilihan
umum pada tahun 1999 yang melibatkan tidak kurang dari 48 partai politik
menjadi pertanda kembali dimulainya era demokrasi yang sesungguhnya.
Pertumbuhan partai politik di era reformasi yang luar biasa cepat, pada
kenyataannya tidak dibarengi oleh kualitas partai politik yang mumpuni.
Kemunculan banyak partai dalam pemilu 1999 dan 2004 ternyata tidak serta merta
membuka kesempatan bagi pemuda untuk mengambil peran lebih banyak dalam
gelanggang kepemimpinan nasional. Kursi kepemimpinan baik di daerah maupun
nasional diduduki oleh tokoh-tokoh yang sudah lama berkecimpung di dunia
perpolitikan nasional. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri ada beberapa
tokoh muda yang berhasil mengisi beberapa pos kepemimpinan nasional.
Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa sistem multi partai yang ada sekarang belum mampu secara
efektif dimamfaatkan sebagai sebuah peluang besar bagi pemuda untuk
mentransformasi perannya. Salah satu sebab kurang optimalnya peran pemuda di
era multipartai adalah kurang dijadikannya pemilu 1999 dan 2004 sebagai
momentum untuk tampilnya pemuda atau mahasiswa pada pergerakan nasional.
Meskipun ada pemuda yang masuk ke dalam parlemen hal itu justru dipandang banyak
kalangan sebagai bentuk keterlenaan dan kelupaan pemuda pada perjuangan
reformasi.
Berdasar uraian diatas maka
diperlukan telaah kritis mengenai partisipasi politik pemuda dalam
mewujudkan efektivitas sistem multi partai, hal tersebut sangat penting mengingat
upaya tersebut mendesak untuk dilakukan di tengah derasnya isu kepemimpinan
kaum muda dalam paradigm masa depan Indonesia. Telaah kritis ini merupakan
upaya dalam memberikan wacana baru bagi perkembangan dunia demokrasi di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Realitas Partisipasi Politik
Pemuda Dalam Sistem Multi Partai
Sumpah Pemuda 1928 dan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebuah contoh karya dari
pemuda-pemuda Indonesia yang memiliki semangat perubahan bagi bangsanya. Lewat
sentuhan dan semangat khas pemuda maka kedua peristiwa bersejarah tersebut
lahir dan menjadi saksi semangat pemuda yang tidak hanya berpangku tangan
melihat bangsa sedang terpuruk, tetapi sebaliknya juga ikut memberikan
kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Sumpah Pemuda 1928 adalah sebuah
pernyataan politik yang menyatukan bangsa Indonesia dalam satu bangsa, tanah
air, dan bahasa. Sedangkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebuah
tindakan politik yang menciptakan hokum dan berfungsi sebagai bentuk pembuktian
hukum.
Karya pemuda Indonesia tidak
cukup sampai di situ, tahun 1966 dengan berbagai kesatuan aksi yang dibentuk
pemuda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyerukan semangat perubahan.
Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan utama, dengan desakan
tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde baru yang
kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa. Berlanjut kemudian,
gerakan mahasiswa juga yang meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat produk
hukum yang dijalankan bersifat konservatif atau ortodoks, atau dengan kata lain
politik yang dijalankan bersifat otoriter berbasis birokrasi dan militer.
Perubahan yang dipelopori
oleh pemuda tersebut merupakan wujud dari bersatunya pemuda karena memiliki
kepentingan yang sama (common interest) yaitu untuk memajukan Indonesia.
Kepentingan bersama tersebut akan semakin menjadi kekuatan yang besar jika
diusung oleh pemuda yang memiliki komitmen moral yang tangguh serta tidak
tergoda oleh godaan sesaat. Kontribusi pemuda dalam momentum perubahan bangsa
tersebut memiliki sisi lain yang paradoks.
Fenomena yang terjadi adalah
bahwa pemuda hanya sebagai alat mobilisasi politik semata, setelah awal
perubahan dimulai maka pemuda pelopor perubahan tersebut seakan menghilang dan
tidak memiliki peran dalam mengawal perubahan yang dipeloporinya. Bentuk-bentuk
rintangan dan perjuangan pemuda dalam ranah kebangkitan bangsa, tidak dapat
dipungkiri tidak lebih merupakan sebuah perjuangan yang hampa dalam perspektif
upaya mengisi kemerdekaan. Ada pun pemuda yang turut serta dalam pemerintahan,
lebih kepada perwujudan simbol kepemudaan dan cenderung jarang mampu
mempertahankan visi dan misi yang sebelumnya diusung, dan yang terjadi tidak
lebih dari sebuah regenerasi kepemimpinan bukan proses pemudaan kembali.
Dalam kehidupan politik saat
ini pertisipasi kaum muda memang dibutuhkan dalam tampuk kepemimpinan ataupun
di dewan perwakilan baik pusat ataupun daerah. Sehingga ada istilah regenerasi
politik yang maksudnya adalah mengganti posisi orangorang tua dengan yang lebih
muda. Sedangkan rejuvenasi dipahami tidak hanya menyentuh mengenai pergantian
terhadap kemampuan fisik saja tetapi juga mengganti pola-pikir atau pandangan
politik seseorang yang mengandung nilainilai lama dengan nilai-nilai yang lebih
baru.
Karena juga tidak sedikit
secara kemampuan fisik lebih muda, tetapi pola pikirnya masih menggunakan
nilai-nilai yang lama. Partisipasi politik pemuda perlu ditingkatkan kembali
terutama di era multi partai seperti sekarang, keberadaan banyak partai
seyogyanya lebih memberikan kesempatan bagi para pemuda untuk masuk ke
gelanggang kepemimpinan nasional, dan hal tersebut seyogyanya harus dipandang
sebagai sebuah peluang bagi pemuda.
Masalah kultur hukum adalah
masalah mengenai budaya yang telah lama hidup di masyarakat, meski telah banyak
berperan dalam perubahan bangsa tetapi kultur bangsa Indonesia sangat sulit
menerima pemuda sebagai pemimpin. Pemuda bagaimanapun dianggap sebagai golongan
yang belum berpengalaman dan belum pantas memimpin, hal tersebut berakibat
bahwa pos-pos pemimpin baik nasional maupun daerah diisi mayoritas oleh
golongan tua yang tidak jarang visi dan misinya kurang atau tidak progresif
sehingga proses pembangunan mengalami stagnasi.
Partisipasi politik pemuda
sangat diperlukan agar kemunculan pemuda dalam keterlibatan politik tidak hanya
dengan bermodalkan pembaharuan secara fisik ataupun umur, namun pandangan segar
kaum muda yang terefleksikan oleh visi dan misi kepemimpinannya juga harus
menunjukkan semangat perubahan. Dengan mengoptimalkan kemunculan kaum muda
dalam politik, serta dibarengi oleh sebuah semangat perubahan yang diusung,
efektifitas sistem multi partai yang merupakan realitas di Indonesia akan
secara utuh terwujud.
Peran Generasi Muda dalam
Perpolitikan Indonesia
Ada beberapa ciri di kaum
muda. Kaum muda umumnya perlu memiliki ciri-ciri: kepeloporan, keterbukaan,
kebersamaan, komitment kepada yang terbaik. Para pemuda Indonesia perlu
membawakan sikap yang tepat dan perilaku yang serasi dan bertanggung jawab
dalam menghadapi tantangan pembangunan di masa depan.
Bahkan dalam banyak hal
ciri-ciri sikap dan perilaku pemuda Indonesia pada berbagai tahap sejarah
perjuangan bangsa perlu ditonjolkan kembali, meskipun kini dalam konteks yang
lain. Berikut ini akan dijabarkan beberapa sikap dan perilaku tertentu yang
pertu dimiiiki oleh para pemuda dalam era PJPT II:
Kepeloporan
Sikap dan perilaku bukanlah
sesuatu yang baru bagi seorang pemuda, tetapi didalam era pembangunan menjelang
akhir abad ke 20 ini diperlukan kepeloporan dalam konteks yang berbeda seperti
yang diharapkan dari para pemuda di era pra-kemerdekaan atau selama tahun-tahun
pertama kemerdekaan kita. Di sini kepeloporan itu lebih banyak diartikan
sebagai keberanian untuk memberikan respons yang pro-aktif terhadap tantangan
pembangunan yang dihadapinya.
Dari para pemuda diharapkan
gagasan-gagasan yang bersifat antipasif, yang bila perlu mengandung unsur-unsur
orisinal dan berani, sehingga mampu membuat bangsa kita keluar dengan jawaban
terbaiknya terhadap tantangan situasi yang diantisipasikan itu. Kepeloporan ini
erat kaitannya dengan peran pemuda sebagai pembaharu dan pendobrak status quo
yang dirasa menyesakkan. Didalam era pembangunan di mana informasi merupakan
unsur penentu keberhasilan pembangunan, maka kepeloporan itu perlu didasarkan
pada ilmu pengetahuan (knowledge based pro-active actions).
Hal ini mengandung pengertian
bahwa dari para pemuda, terutama yang terpelajar, diharapkan lebih banyak
partisipasinya sebagai pemikir dan pencetus dari gagasan-gagasan pembaharuan
yang dapat dilaksanakan. Peran sebagai pemikir ini adalah peran yang strategik
yang perlu dijalankan dengan baik. Meskipun begitu, kita tidak dapat menyangkal
bahwa peran ini hanya dapat dijalankan oleh sebagian pemuda saja, sedangkan
kebanyakan pemuda yang lain mungkin tetap akan berperan sebagai pelaksana
gagasan.
Oleh karena itu, dari para
pemuda yang terpelajar, diharapkan adanya kepeloporan yang dikembangkan dari
penalaran sebagai ganti kepeloporan yang bertopang pada kekuatan masa atau
kekuatan fisik.
Keterbukaan
Keterbukaan menjadi prasyarat
bagi berkembangnya kepeloporan yang dilandasi ilmu pengetahuan, karena
penyerapan pengetahuan oleh seseorang akan ditentukan oleh keterbukaan sikapnya
untuk mendengar dan melihat apa yang terjadi disekitamya. Keterbukaan ini
ditandai oleh diterimanya pluralisme pendapat, sikap, dan perilaku didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang diarahkan pada upaya menemukan
alternatif terbaik dari semua altematif gagasan yang ada. sehingga keterbukaan
merupakan wahana terjadinya komunikasi gagasan.
Dalam hal ini dengan
sendirinya berarti bahwa para pemuda harus dapat menyatakan perbedaan
pendapatnya dengan mengindahkan tatakrama dan norma-norma yang berlaku didalam
budaya politik di Indonesia. Keterbukaan merupakan isyarat bagi berkembangnya
sikap dan perilaku adaptif, yaitu sikap yang tanggap terhadap peaibahan yang
terjadi yang sertai dengan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan
lingkungan daripadanya. Keterbukaan diperlukan untuk dapat menerapkan Pancasila
sebagai ideologi terbuka, karena dari keterbukaan itu akan dibangun konsensus
demi konsensus yang didasarkan pada kesepakatan yang bersemangat semua merasa
menang (win-win).
Dengan keterbukaan dapat
lebih mudah dikembangkan kekuasaan penalaran (power of reason) yang objektif
sebagai landasan dari konsensus yang dihasilkan. Berkembangnya rasa saling
percaya yang tulus diantara semua pihak yang berkepentingan akan lebih mudah
terjadi karena disini kepentingan subjektif disubordinasikan terhadap
pertimbangan objektif yang berbasis ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain,
keterbukaan ini memungkinkan terjadinya aliran informasi yang lancar dan
mencegah terjadinya dominasi sempit dan monolitik dalam
pembentukan konsensus. Para pemuda yang menjadi perilaku utama dalam proses
pembentukan konsensus itu, berkewajiban untuk bersikap terbuka dan menjaga agar
keterbukaan tetap ada dalam kehidupan berbangsa dan bemegara yang tertib,
teratur dan beradab.
Kebersamaan
Sikap kebersamaan telah
menjadi watak bangsa Indonesia, termasuk watak para pemuda. Meskipun begitu,
pengertian kebersamaan ini perlu ditempatkan dalam konteks pembangunan masa
depan secara tepat. Budaya kerja kolektif yang menjadi perwujudan dari sikap
kebersamaan perlu diartikan sebagai kecenderungan untuk lebih memperhatikan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi tanpa memaksa orang-orang yang
terlibat didalamnya untuk mengorbankan harga dirinya bagi kepentingan bersama
itu. Disini akan lebih ditekankan pada pemaduan pendapat, sikap, dan perilaku
yang berbeda-beda menjadi satu pendapat, sikap, dan perilaku baru yang utuh
yang makna dan nilainya melebihi jumlah dari masing-masing pendapat, sikap, dan
perilaku itu.
Dengan perkataan lain,
kebersamaan itu berawal dari pengakuan atas adanya pluralisme atau kebhinekaan
yang melalui proses manajemen akan dipadukan secara sinergik. Dalam proses
penggalangan sinergik ini akan lebih banyak dibutuhkan pemaduan pemikiran dari
pada pemaduan tindakan. Kebersamaan baru memiliki makna dalam alam kebhinekaan,
karena alam itu dapat diharapkan timbulnya gagasan-gagasan baai yang dapat
diuji keabsahannya selama proses pembentukkan konsensus.
Dengan perkataan lain, sikap
kebersamaan itu tidaklah bertentangan dengan pluralisme yang ada didalam
masyarakat kita. Para pemuda, perlu belajar untuk membina kebersamaan yang
tulus dari masyarakat yang berbhinneka itu. Gerakkan kepemudaan dapat menjadi
wadah yang tepat untuk membina kebersamaan yang tulus dan sekaligus dapat
menjadi tempat membina wawasan kebangsaan yang mantap. Pembangunan yang
dijalankan dipenghujung abad ke XX dan awal abad ke XXI diperkirakan akan
berlangsung dalam suasana kompetitif yang ketat baik di kalangan domestik
maupun dilingkungan global.
Dalam keadaan seperti ini,
maka dari para pelaku didalam proses pembangunan termasuk para pemuda,
diharapkan kontribusi yang terbaik saja. Segala kontribusi yang dihasilkan dari
upaya yang setengah-setengah tidak akan banyak manfaatnya, karena prestasi yang
dihasilkan akan mudah diatasi oleh pesaing.
Semangat kebersamaan yang
juga pertu dimiliki para pemuda tidak bertentangan dengan semangat kompetitif
yang perlu juga dikembangkan diantara mereka itu, karena dua semangat ini bukan
berada pada kutub yang berlawanan sebaliknya, semangat kompetitif itu perlu
dikembangkan agar semangat kebersamaan yang telah terbangun tidak kehilangan
daya juang. Semangat kebersamaan dapat menimbulkan sikap ketergantungan yang
bertebihan diantara sesama rekan. Sikap seperti ini cenderung untuk menjadikan
kelompok menjadi kurang responsif terhadap tantangan yang dihadapinya.
Semangat kompetitif akan
dapat memulihkan daya tanggap dan daya juang kelompok dengan memanfaatkan unsur
ekstemal sebagai pemacu. Jadi semangat kompetitif dan semangat kebersamaan
merupakan dua hal yang komplementer dan periu dikembangkan secara padu demi
untuk menghasilkan sinergi (totalitas hasil yang lebih besar dari jumlah
bagian-bagiannya) dan kemajuan yang diharapkan. Sejalan dengan kebutuhan untuk
mengembangkan semangat kompetitif itu, maka dikalangan para pemuda perlu
ditumbuhkan keinginan yang besar untuk menghasilkan yang terbaik secara
konsistent. Untuk itu diperlukan suatu orientasi yang berwawasan jauh kemasa
depan, artinya keberhasilan bukan diukur dari hasil kerja saat ini saja tetapi
perlu diukurjuga dari akumulasi hasil kerja jangka panjang yang secara
strategik dapat memberikan dampak bermanfaat yang langgeng.
Semua pemuda patut
mengusahakan yang terbaik disegala bidang dan terlebih lagi para pemuda yang
merasa terpanggil untuk menjadi pemimpin dibidang masing-masing, wajib untuk
mengusahakan yang terbaik itu, karena hanya yang berprestasi yang terbaik saja
yang akan muncul dan menempati posisi-posisi puncak didalam kehidupan bisnis,
kemasyarakatan, dan pemerintahan. Kita hanya dapat bertahan hidup didalam
kompetisi global sebagai bangsa dan negara yang mandiri dan berdaulat, bila
semua orang memiliki komitment yang teguh untuk mencapai yang terbaik disegala
bidang.
C. Partisipasi Politik Pemuda
Dalam Mewujudkan Efektivitas Sistem Multi Partai Di Indonesia
Bentuk partisipasi politik di
Indonesia diakomodasi oleh partai politik, dengan sistem kepartaian yang
menganut sistem multipartai. Sistem multipartai itu sendiri tidak diatur secara
eksplisit melalui peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian konstitusi
mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multipartai. Selain
itu, sistem multi partai tersebut dapat terindikasi dari tidak ada aturan yang
membatasi jumlah partai yang dapat berpartisipasi aktif dalam suksesi yang
terjawantahkan lewat penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Di satu sisi eksistensi
sistem multipartai di Indonesia memunculkan berbagai permasalahan terlebih
berkenaan dengan fungsi check and balances yang ingin diciptakan dalam kegiatan
berpolitik di Indonesia. Kecenderungan inkonsistensi sistem multipartai di
Indonesia dengan konstitusi negara, yang secara langsung mengarahkan Indonesia
sebagai negara yang menganut sistem presidensial, juga merupakan satu
permasalahan yang cukup pelik yang belum terselesaikan. Ketidak singkronan
antara sistem multi partai dengan dianutnya sistem presidensial di Indonesia
tidak mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif.
Di sisi lain keuntungan dari
sistem multipartai adalah semakin banyaknya akses untuk dapat terakomodirnya
berbagai macam golongan, terlebih untuk Indonesia yang memiliki golongan
masyarakat yang sangat majemuk. Pun demikian pada penerapannya, partai politik
kurang efektif untuk menampung aspirasi dari semua golongan. Hal ini dapat
dilihat dari masih banyaknya kepentingan politik yang menjadi primayr interest
dari partai-partai politik, terlebih dalam beberapa aturan yang terkait
mengandung kepentingan politik yang cenderung menguntungkan partai-partai besar
terutama yang mempunyai kursi DPR RI, hal ini akan menghambat regenerasi partai
politik di DPR RI.
Peranan pemuda dalam
partisipasi politik secara yuridis sudah terpenuhi melalui penentuan batas
minimum usia. Namun hal ini belum cukup karena masih memungkinkan keterlibatan
pemuda hanya difungsikan oleh sebagian elit partai sebagai kendaraan politik
dan tetap menanamkan pandangan-pandangan politik yang konvensional kepada
pemuda yang maju dalam dunia perpolitikan. Hal tersebut diperparah ketika
munculnya fenomena kedinastian dalam tubuh partai politik. Oleh karena itu
perlu sebuah perubahan paradigma berpikir terhadap partisipan politik, yang
tidak hanya cukup dengan gagasan akan regenerasi secara semu.
Urgensi terhadap regenerasi
politik, seyogyanya bukan sekadar regenerasi terhadap usia generasi, tapi juga
dalam bentuk pemikiran, visi dan pandangan, nilai-nilai utama kepemimpinan,
demokrasi, kesetaraan, dan kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut dapatlah
terakomodir ketika perubahan mendasar tersebut dilakukan melalui rejuvenasi
atau pemudaan kembali. Hal ini akan berimplikasi pada independenitas pemuda
dalam menyampaikan gagasan-gagasannya dengan semangat perubahan tanpa harus
dipengaruhi oleh golongan tua dengan segala kepentingannya, dan terkurung oleh
suatu sistem yang cenderung tidak aspiratif dan akomodatif dalam pemerintahan
yang telah mengakar di negeri ini.
Kaum Pemuda memiliki kesempatan yang besar untuk meningkatkan partisipasi
politiknya. Secara umum pihak pelaksana wewenang penyelenggaraan pemilu, secara
utuh tunduk pada aturan teknis yang berlaku. Kepentingan elit politik yang
secara langsung terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas politik, lebih
mementingkan kepentingan golongan dan terkesan menghambat keterlibatan pemuda
dengan ideologi yang dibawa. Realita tersebut cukup menghambat bagi kaum pemuda
untuk menembus tirani yang telah terbangun oleh kepentingan oknum elit politik
yang telah lebih dahulu menguasai aktivitas politik secara menyeluruh.
Terdapat budaya negatif yang
hidup dalam masyarakat ketika kemunculan kaum muda hanya dipandang sebelah mata
dalam arti tidak ada kepercayaan kepada mereka. Hal tersebut menjadi alasan
pembenar ketika pemuda terkesan dihambat untuk melibatkan diri secara aktif.
Pemuda dibenturkan dengan persoalan pengalaman dan bentuk kredibilitas secara
nyata langsung, terkhusus dalam hal aktivitas politik. Pos-pos pemimpin baik
nasional maupun daerah diisi mayoritas oleh golongan tua yang tidak jarang visi
dan misinya kurang atau tidak progresif sehingga proses pembangunan mengalami
stagnasi.
Perubahan peta kekuatan
politik dalam pemilu lagislatif tahun 2009 sangat bermakna bagi beberapa partai
politik. Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi naik atau turunnya
perolehan suara partai politik dalam pemili legislatif, mulai dari kebijakan
partai politik dalam sosialisasi partai, sistem pemilihan, tokoh yang diusung
hingga susasana internal partai politik yang bersangkutan. Namun di sisi lain
keberadaam pemuda dalam sepak terjang partai politik dapat pula dianalisa
sebagai satu faktor yang berpengaruh.
Fenomena tersebut secara umum
telah menunjukan bagaimana peran pemuda sebagai salah satu faktor yang cukup
berpengaruh dalam kehidupan politik di Indonesia. Langkah pemudaan partisipasi
politik oleh pemuda di Indonesia merupakan sebuah urgensi yang harus
benar-benar terealisasi.
Kendatipun genderang
Pemilihan Umum Presiden tidak memunculkan satu calon progresif pemuda, namun
semangat muda harus tetap digaungkan dalam ranah pembangunan bangsa. Langkah
paling bijak adalah melibatan pemuda secara utuh dan meninggalkan pandangan
sempit mengenai pemuda yang diartikan sebatas umur. Dengan upaya tersebut,
diharapkan dapat meredam tarik ulur kepentingan dan gonjang-ganjing politik
terhadap realitas eksistensi sistem multi-partai yang dianut oleh Indonesia.
Dinamika yang terjadi dalam sistem multi-partai akan lebih efektif dengan
adanya peran pemuda dalam partai politik yang nantinya akan berperan aktif
dalam politik baik secara praktis maupun secara idiologis.
Dengan kemunculan sosok
pemuda yang memiliki ideologi jelas yang meliputi sistem politik, demokrasi
sosial dan ekonomi pasar sosial dan hal tersebut dapat terjawantahkan secara
konsisten, diharapkan akan tercipta sebuah efektivitas sistem multi partai yang
merupakan sebuah realitas di Indonesia. Keterlibatan Pemuda secara progresif
inilah yang harus disadari merupakan perwujudan dari upaya pembangunan semangat
kebangsaan yang belandas kepada cita bangsa secara utuh menuju masa depan
Indonesia yang membanggakan.
D. PERAN PEMUDA DALAM POLITIK
DI KOTA BEKASI
Untuk pilkada tahun ini pun
pemuda – pemuda di kota Bekasi juga harus ikut serta dalam membantu dan
melancarkan acara pilkada ini. Karna dengan ada nya pemuda, beban berat yang
dipikul orang yang lebih tua akan berkurang dan juga sebagai pembelajaran
terhadap pemuda tersebut. Dan juga untuk pemuda ditahun ini diharapkan untuk
memilih dan tidak disarankan untuk golput. Karena suara pemuda juga berperan
banyak untuk jalannya system pilkada. Dan juga para pemuda juga akan
melanjutkan kinerja orang orang terdahulu dan juga bahkan bisa menjadi salah
satu pemimpin daerah dan juga bahkan Negara. Peran pemuda di lingkungan RW, RT,
serta perumahan – perumahan juga cukup membantu (Karang Taruna Remaja), karena
dengan adanya karang taruna ini juga dapat menumbuhkan jiwa – jiwa nasionalisme
para pemuda dan semangat nya untuk membantu dan meneruskan para penerusnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Partisipasi politik pemuda
sangat diperlukan agar kemunculan pemuda dalam keterlibatan politik tidak hanya
dengan bermodalkan pembaharuan secara fisik ataupun umur, namun pandangan segar
kaum muda yang terefleksikan oleh visi dan misi kepemimpinannya juga harus
menunjukkan semangat perubahan. Dengan mengoptimalkan kemunculan kaum muda
dalam politik, serta dibarengi oleh sebuah semangat perubahan yang diusung,
efektifitas sistem multi partai yang merupakan realitas di Indonesia akan
secara utuh terwujud.
Kaum Pemuda memiliki
kesempatan yang besar untuk meningkatkan partisipasi politiknya. Keberadaam
pemuda dalam sepak terjang partai politik dapat pula dianalisa sebagai satu
faktor yang berpengaruh. Fenomena tersebut secara umum telah menunjukan
bagaimana peran pemuda sebagai salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam
kehidupan politik di Indonesia. Langkah pemudaan partisipasi politik oleh
pemuda di Indonesia merupakan sebuah urgensi yang harus benar-benar
terealisasi.
Dengan kemunculan sosok
pemuda yang memiliki ideologi jelas yang meliputi sistem politik, demokrasi
sosial dan ekonomi pasar sosial dan hal tersebut dapat terjawantahkan secara
konsisten, diharapkan akan tercipta sebuah efektivitas sistem multi partai yang
merupakan sebuah realitas di Indonesia. Keterlibatan Pemuda secara progresif
merupakan perwujudan dari upaya pembangunan semangat kebangsaan yang belandas
kepada cita bangsa secara utuh menuju masa depan Indonesia yang membanggakan.
B. Saran
Dari analisa permasalahan di
atas, maka saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah:
Peran pemuda dalam
keikutsertaan dalam politik seyogyanya menjadi urgensi dalam upaya mereduksi
realita keterlibatan aktif pemuda dalam politik dewasa ini.
Pengaturan yuriidis
mengenai batas minimum keikutsertaan dan keterlibatan pemuda seyogyanya dapat
dijadikan sebuah alternatif solusi dalam menstimulan kemunculan pemuda yang
sebenar-benarnya dalam aktivitas politik di Indonesia
Keterlibatan pemuda
dalam aktivitas politik secara menyeluruh, seyogyanya tidak lagi hanya berupa
simbol regenerasi secara umur dan fisik, namun harus menyentuh terhadap
kemunculan gagasan ideologis pemuda secara utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad, Ali. 2005.
Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Moh. Mahfud MD. 2006. Politik
Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Artikel Internet
Partono. 2008. Sistem Multi
Partai, Presidensial Dan Persoalan Efektivitas